You Are Here: Home» guru , kurikulum , pendidikan » Para Guru dan Kurikulum



Terkait dengan peran guru dalam Kurikulum 2004 (KBK), ada ketimpangan antara idealitas dengan realitas. Sebagian idealitas sosok guru dalam kurikulum telah diulas oleh Paulus Suparno (Kompas, 27/2/2006). Dalam kurikulum, mulai dari perumusan sampai pelaksanaannya, guru mempunyai peran sentral bahkan menjadi ujung tombak (avant garde). Bahkan, berhasil tidaknya pelaksanaan kurikulum sangat bergantung pada guru, sebab di tangan gurulah kompetensi minimal yang telah ditetapkan harus dijabarkan ke dalam bentuk silabus dan bahan ajar. Dengan demikian, dalam konteks KBK sebenarnya pihak yang paling berhak untuk membuat bahan ajar adalah para guru itu sendiri. Sebab, yang paling mengenal karakter peserta didik dengan segala keunikannya dan yang paling memahami konteks sosial-budaya masyarakat tempat sekolah berada adalah guru itu sendiri. Jika hal ini dilakukan, ekstrimnya buku ajar yang digunakan antara satu sekolah dengan sekolah yang lain berbeda, sebab muatan bahan ajarnya sangat dipengaruhi oleh kebutuhan khas tiap sekolah. Namun, realitasnya banyak sekolah yang lebih bersikap pragmatis dengan cara membeli buku ajar yang dibuat oleh penerbit yang boleh jadi penulisnya sama sekali tidak memahami kekhasan sekolah di tiap wilayah. Berbagai alasan muncul, mulai dari biaya membuat buku mahal sampai guru tidak siap menulis. Ironis memang, buku ajar yang digunakan di luar Jawa, misalnya, tetapi yang membuat orang Jawa. Ibaratnya, menyelesaikan permasalahan Lampung dengan paradigma Jakarta, tentu sangat tidak relevan!
Peran sentral guru yang lain dalam konteks KBK adalah bahwa mereka yang harus menyelenggarakan pembelajaran aktif, mengkondisikan peserta didik mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik, dan mengevaluasi peserta didik secara holistik dengan mempertimbangkan kinerja di kelas maupun di luar kelas. Tugas guru tidak hanya sebatas di ruang kelas ketika mengajar saja, namun juga di luar kelas bahkan luar sekolah. Karena begitu banyaknya perhatian yang harus dicurahkan guru dalam menjabarkan sebuah kurikulum, maka ibaratnya diperlukan sosok guru dengan dua karakter sekaligus, yaitu Superman dan Doraemon. Tipe Superman mengindikasikan bahwa diperlukan kekuatan luar biasa dari guru untuk mendidik anak dengan berbagai keunikannya. Idealnya, tidak ada hal yang terlewatkan guru dari perilaku peserta didik. Seharusnya, guru hanya menghadapi 20 orang siswa saja, namun realitasnya dia harus mengajar di banyak kelas dan lebih dari satu mata pelajaran karena keterbatasan sumber daya manusia. Sementara itu, tipe Doraemon menggambarkan bahwa seorang guru harus mampu memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai masalah yang dihadapi siswa. Dia harus mampu mengidentifikasi masalah, mendiagnosa, dan memberikan solusinya.

0 comments

Leave a Reply